Sabtu, 31 Oktober 2015

Telkomsel Carrier Billing: Bikin Acara Jajan di Google Play Store Makin Jauh Dari Ribet

Diposting oleh KOTAKATIKU di 10/31/2015 01:01:00 AM 0 komentar
Apa yang lebih menyebalkan dari kebangun pagi-pagi buta? 

Kebangun pagi-pagi buta di hari libur padahal rencananya mau bangun siangan dikit?

Ada lagi?

Kebangun pagi-pagi buta di hari libur padahal mata masih sepet karena baru merem 30 menit yang lalu setelah begadang nonton drama Korea menye-menye yang sukses bikin air mata berlinang? 

Masih ada lagi?

Tolong kalimat ke empat dari atas dibaca sekali lagi, lalu dibayangkan. Udah? Kemudian ditambah dengan kalimat: Ternyata elo kebangun karena ada yang gedor-gedor pintu kamar lo dengan lebaynya. Dan setelah setengah hati melawan gravitasi buat meninggalkan kasur tercinta, terseok beberapa meter menuju pintu dengan nyawa seadaanya, begitu pintunya dibuka elo dihadapkan dengan cengiran-polos-tanpa-dosa teman kost lo. Eh, salah. Ulang. Sekali lagi. Cengiran-polos-tanpa-dosa-yang-saking-polosnya-malah-mengindikasikan-bakal-ada-apa-apa.

"Beb, pinjemin gue CC lu, dong?"

Nah, Kan!

"Please.. gue butuh beli koin Line, nih. Barusan gue nemu stiker-stiker lucu yang kayaknya bakal seru kalo gue pake buat chat sama gebetan. Sekalian gue mau beli e-book. Lo tau kan novel inceran gue? Yang baru beberapa minggu ini rilis? Yang versi cetaknya sold out di mana-mana itu! Yang sampe sekarang gue ikut PO tapi masih waiting list mulu! Yang.. ihh, pokoknya gue pinjem ya, Beb. Bayarin dulu, maksudnya. Hehe."

Gue mengerjap. Mata masih burem. Mulut masih ndlongop. Otak masih disconnect. Nyawa masih belum genap sembilan, udah diutangin aja. Gue memutuskan berbalik, kembali ke haribaan kasur. Dan tentu aja, si teman dengan cengiran-polos-tanpa-dosa ini ngintil. Ikut rebahan dengan tatapan puppy eyes menghujam. "Really? Jam setengah tiga pagi?", mulut gue akhirnya menyuara setelah ber-deep breathing dulu sebelumnya. Pertanyaan singkat gue pun dijawab dengan singkat. Dengan nyengir. Kuda!

Demi bisa melanjutkan tidur nyenyak tanpa gangguan, akhirnya gue ngalah. Karena gue tau, pisces di samping gue ini bakal terus nguber sampe apa yang dia mau ada di tangan. Iya, keras kepala emang. Eh, apa malesan ya? Karena sebenernya yang dia butuhin cuma kepoin google bentar aja. Gak perlu pake gedorin pintu kamar gue pagi-pagi buta.

Diawali dengan deep breathing, "Lo pernah denger carrier billing gak, sih?" meluncur dari mulut gue. Yang sayangnya dijawab dengan muka innocent plus gerakan kepala ke kanan dan ke kiri sebanyak 3 kali. D'oh! Deep breathing sekali lagi. "Itu, loh! Yang elo bisa beli aplikasi dan semacamnya cuma dengan potong pulsa! Eh, tapi bukannya elo pake Simpati ya?" Untungnya pertanyaan gue kali ini dibalas dengan anggukan. Senang! 

Gue memposisikan diri, mengabaikan guling yang peluk-able. Menit berikutnya, pita suara, otot mulut dan bibir gue berkoordinasi untuk memberikan sedikit pencerahan kepada makhluk yang, masih dengan puppy eyes-nya, sekarang duduk bersila di depan gue. 

Dimulai dengan memberikan kabar gembira untuk kita semua kalo sekarang dia gak perlu repot-repot lagi minjem CC gue untuk beli ini itu semacam e-books, aplikasi, games atau virtual items kayak koin Line, misalnya. Karena ya ngapain juga ribet minjem kalo sekarang udah bisa lebih mudah beli ini itu sendiri. Iya, sesimpel pulsa lo otomatis kepotong seharga aplikasi, atau games, atau virtual items, atau e-book pilihan lo, plus PPN 10% sama biaya jasa 2%, ya.

"Sesimpel itu doang?!", tanyanya antusias. Gue, tentu aja, mengangguk. Iya, karena sekarang pengguna Telkomsel semudah itu doang untuk mendapatkan aplikasi berbayar di Play Store. Gak punya CC? Gak ada Virtual Credit Card? Males kudu ribet nyari tukang jual Google Play Gift Card terpercaya-ke ATM-Transfer-and bla and bla and bla? Gancil! Sekarang dengan adanya Telkomsel Carrier Billing, item berbayar di Play Store bisa dibeli dengan pulsa. Tinggal gerakin jempol di layar henpon, jadi udah. 

Gue beringsut, mengambil android kesayangan yang menjadikan gue mendadak cantik dengan kameranya, SG Prime. Membuka kuncinya dan menyuruh teman gue mendekat. Saking gak cuma sebulan-dua bulan kenal, gue udah sangat hapal kalo si pisces ini apa-apa selain dijelasin juga harus wajib kudu dipraktekin. Jadilah gue membuka Play Store, sengaja langsung menuju menu 'My Wishlist' dan meng-klik aplikasi Fragment yang emang gue incar untuk menambah koleksi aplikasi editing foto gue. Setelah meng-klik harga aplikasi, gue lalu meng-klik tombol 'accept' dilanjutkan dengan nge-klik tombol 'continue' untuk memilih metode pembayaran. Begitu muncul pilihan metode pembayarannya, gue klik 'Payment Methods' dan memilih 'Enable Telkomsel Billing'. Kenapa? Karena kalau gue pilih metode yang lain, ceritanya tamat sampai di sini. 

Mau lanjut? Okay! 

Gue lalu mulai agak intens menggerakkan jempol gue ke layar. Karena gue harus ngisi form berisi nomor telepon, nama dan alamat gue untuk selanjutnya gue save ke dalam akun Google. Kemudian dengan senang hati gue meng-klik tombol 'accept' yang artinya gue setuju dengan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk pembayaran dengan sistem pulsa ini. Lalu, setelah layar menunjukkan 'Bill My Telkomsel Account', gue klik 'Buy'. Langkah terakhir, gue memasukkan password akun google gue sebagai konfirmasi pembayaran. Nah, beberapa saat kemudian, ada sms konfirmasi bahwa gue udah berhasil membeli aplikasi Fragment dengan rincian biayanya. Karena harga aplikasi ini Rp 26.019,-, ditambah dengan PPN 10% sebesar Rp 2.601,9,- dan biaya jasa 2% sebesar Rp 520,38,- maka total pulsa yang terpotong dari nomor Simpati gue adalah sebesar Rp 29.150,28,-. Murah, kan? Kan?! Kan?!

Cuma dengan harga segitu gue udah dapet aplikasi editing foto yang cihuy nan asli gak pake crack-crack-an, mengurangi resiko smartphone gue disusupi malware karena iseng install aplikasi yang didownload bukan dari Play Store dan kalo mau di-install di device lain asalkan pake akun yang tadi dipake buat beli itu juga gak perlu bayar lagi alias ngirit. Plus, dengan udah membeli secara resmi, berarti ikut membantu developer untuk terus mengembangkan aplikasinya. Kurang piye?

Si pisces di sebelah gue manggut-manggut, entah emang udah paham atau pura-pura ngerti doang. Kita lihat aja, kalau nanti dia udah sukses belanja aplikasi pake Telkomsel Carrier Billing tanpa pake nanya-nanya lagi, berarti olah raga mulut gue pagi-pagi buta ini gak sia-sia.

Dan tanpa mengurangi rasa hormat, gue akhirnya mengusir secara halus tamu tak diundang gue itu demi bisa mengawali hari libur gue dengan tidur. 

Pintu udah ditutup, guling udah dipeluk, mata udah mulai mengantuk. 

Sampai akhirnya,

"Beb! Belum tidur, kan, lo? Transfer-in pulsa dooooong. Gue mau nyoba praktekin TCB-nya. Se-ka-rang!"



D'oh! Bhay!






_________________________________________________________________________________

"Tulisan ini diikutsertakan dalam #TselAndroid Writing Competition yang diselenggarakan oleh @Kartu_AS dan @ID_Android"

Senin, 12 Oktober 2015

Kurang-Kurangin Meracau Saat Galau, Dhek.

Diposting oleh KOTAKATIKU di 10/12/2015 04:13:00 PM 0 komentar

Enough is enough.
Yang kalo diterjemahkan secara bebas dalam bahasa Swahili kekinian artinya seng uwes, yo uwes.
Iya.

Uwes.

Cukup.

Sampun.

Kukut.

Enough is enough.
Terdiri dari tiga kata. Empat belas huruf. Dipisahkan oleh dua spasi. Dan gampang diucapkan dengan sekali tarikan napas.

Iya.
Gampang.

Sayangnya, praktek di lapangan gak segampang bacotan. Ini juga berlaku untuk praktisi move on yang bertebaran di sekitar. 

Bagi para pelaku gerakan move on dari mantan, dinasehatin buat move on udah kayak disuruh nyebokin singa horny. Atau kayak disuruh ngumpulin sekilo upil semut. Atau kayak disuruh nge-hair extention tuyul. Sama aja. Sama-sama suseh. 

Padahal, gak cuma mereka yang ngerasa kayak gitu. Orang yang liat juga ikut susah. Ha, piye?

Gini deh, sekarang bayangin aja kamu punya temen nih. Dianya abis putus sama -sekarang sih, mantan- pacar. Galau dong yaaa? Gila ajaaaa, lama pacaran udah kayak kredit mobil, masyarakat luas udah pada tau banget, yang ngepoin hubungan mereka gak cuma selusin, harapan kedepan udah membumbung, api cinta masih berkobar tapi karena satu kata berisi lima huruf semuanya ambyar. Berawalan r, berakhiran u. Iya. Restu. Kan sad

Udah dibayangin? Sekarang lanjut! Bayangin temen kamu itu galau. Yang berimbas pada kontrol jempol yang kacau. Iya. Orang galau cenderung gampang meracau. Dan sialnya, kita ini hidup di masa teknologi bernama sosial media seakan menjadi ember penampung galau. Yang sayangnya bocor. Timeline jadi banjir bandang, dipenuhi emosi yang masih meradang. Mau gak mau mata jadi ikut nanar menatap layar. Duh, dek!

Hloh! Tapi kan itu temen kamu?

Dia lagi susah, jadi temen gak mau banget kena imbasnya?

Simpati dikit, kek.

Hell-o, jangankan simpati, XL, 3, Axis juga aku punya kok! Selaaaw! 

Gak ada yang salah dengan galau, sedih dan patah hati. Itu salah satu dari sekian tanda bahwa kita masih manusia. Kita masih punya hati. Masih bisa merasa. Tak apa.

Yang salah adalah berlarut. Terlalu mengikuti arus kesedihan, kemudian hanyut. Berkubang dalam kenangan, kemudian tenggelam perlahan. 

Yang salah adalah terlalu mengumbar. Padahal kita sadar, gelombang kekecewaan tidak akan lantas memudar.

Yang salah adalah seorang teman yang membiarkan.
Yang salah adalah teman yang tidak mau mengingatkan.
Yang salah adalah teman yang tidak mau membantumu mengatasi kesedihan.

Aku, gak mau jadi golongan itu.

Yah, katakanlah apa yang keluar dari bibirku ini terdiri dari 10% nyinyir, 25% peres dan sisanya cabe rawit. Pedes. Panas. Nampol.

Tapi tanpa mengurangi rasa simpati, aku akan bilang:

Please. Stop. It.

Stop. 

It.

Kurang-kuranginlah mengekspose segala bentuk kecewamu di lapak Zuckerberg, Dorsey, Morin-Fanning-Mierau atau Systrom. Alih-alih dapet simpati, bisa jadi jatuhnya malah playing victim.

Mbanjir di timeline emang kayaknya bikin lega. Ibarat lagi bokek-bokeknya terus dapet pemberitahuan pengajuan kredit bank ternyata di-acc. 'Aaahhh' banget lah leganya. Tapi, kelegaan macam itu cuman semu. Karena di belakang, kudu mikir gimana nyaur utang plus bunga yang mekar kemana-mana. Sama kayak ngekspose kecewa di sosial media. Lega sih, awalnya. Tapi efek dari kegiatan mindahin buku diary ke bentuk digital kadang bisa bikin menyesal.

Seperti yang kita ketahui bersama -halah-, namanya juga sosial media, temen-temennya gak cuma satu-dua. Dan bisa jadi dari mana-mana. Dari yang kenal seaib-aibnya, sampe yang 'bodo-amat-elu-siapa-yang-penting-followers-atau-temen-gue-keliatan-banyak'. Nah! Masalah mindahin diary ke ranah public bisa berawal dari sini. 

Bukannya su'udzon, tapi ya jangan belagak polos kayak Lala 'Bidadari' juga. Pengennya sih khusnudzon selalu, tapi ya emang gak bisa menutup mata, jenis temen di dunia maya-pun, nyata- kadang suka bikin garuk-garuk kepala. Gak sedikit yang kepo, gak segelintir yang nyinyir, gak jarang yang liat justru girang karena bahan gosip makin menjulang. Daripada ngasih panggung buat yang hobinya ngomongin kita di balik punggung, mending dramanya dikekepin buat kalangan terbatas aja. Jadi, kurang-kurangin ya, khak! ❤





-Bi-

 

KOTAKATIKU Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review